Pakar Pendidikan UNY: UN Tidak Bisa Dijadikan Tolok Ukur Kualitas Pendidikan

Pakar Pendidikan UNY: UN Tidak Bisa Dijadikan Tolok Ukur Kualitas Pendidikan – Yogyakarta, Indonesia Ujian Nasional (UN) telah lama menjadi topik perdebatan dalam dunia pendidikan Indonesia. Baru-baru ini, pakar pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Dr. Riana Nurhayati, menyatakan bahwa UN tidak bisa dijadikan tolok ukur kualitas pendidikan di Indonesia. Pernyataan ini muncul di tengah wacana kembalinya UN di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Baca juga : 5 Universitas Terpopuler yang Ada di China

Mengapa UN Tidak Bisa Dijadikan Tolok Ukur?

Menurut Dr. Riana Nurhayati, UN hanya mampu mengukur kemampuan siswa dalam mengerjakan tes, bukan pemahaman mendalam terhadap materi pembelajaran. “Nilai bagus dalam UN sering kali hanya menunjukkan bahwa siswa mahir dalam menjawab soal-soal tes, bukan berarti mereka benar-benar memahami materi yang diajarkan,” jelas Riana1.

Lebih lanjut, Riana menekankan bahwa UN cenderung mengukur hal yang salah. “Tes terstandarisasi seperti UN tidak bisa menggambarkan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Siswa yang mendapatkan nilai tinggi belum tentu memiliki pemahaman yang mendalam terhadap pembelajaran,” tambahnya1.

Dampak Negatif UN

Pelaksanaan UN juga sering kali menimbulkan stres dan tekanan bagi siswa. Banyak siswa yang merasa slot bet 100 tertekan untuk mendapatkan nilai tinggi, sehingga mereka lebih fokus pada teknik mengerjakan soal daripada memahami materi. “UN membuat siswa dan guru lebih fokus pada hasil akhir daripada proses pembelajaran itu sendiri,” kata Riana1.

Selain itu, UN juga sering kali menjadi alat intervensi politik. Pemerintah daerah dan sekolah sering kali menetapkan target nilai UN yang tinggi untuk menunjukkan prestasi, tanpa memperhatikan kualitas pembelajaran yang sebenarnya. “Intervensi politik dalam pelaksanaan UN membuat tujuan pendidikan menjadi kabur,” ujar Riana2.

Alternatif Pengukuran Kualitas Pendidikan

Sebagai alternatif, Riana menyarankan penggunaan metode evaluasi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. “Evaluasi yang berkelanjutan dan berbasis proses pembelajaran akan memberikan gambaran yang lebih akurat tentang kualitas pendidikan,” jelasnya1.

Beberapa metode evaluasi yang bisa digunakan antara lain:

  • Penilaian Berbasis Proyek: Siswa diberikan proyek yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Proyek ini bisa berupa penelitian, pembuatan karya seni, atau pengembangan produk.
  • Penilaian Portofolio: Siswa mengumpulkan hasil karya mereka selama satu semester atau satu tahun ajaran. Portofolio ini kemudian dinilai berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
  • Penilaian Formatif: Penilaian yang dilakukan secara terus-menerus selama proses pembelajaran. Guru memberikan umpan balik yang konstruktif untuk membantu siswa memahami materi dengan lebih baik.

Pentingnya Menghargai Proses Pembelajaran

Riana juga menekankan pentingnya menghargai proses pembelajaran. “Dengan menghapus UN, guru dan siswa akan lebih menghargai proses pembelajaran. Mereka akan lebih fokus pada pemahaman materi daripada sekadar mengejar nilai tinggi,” katanya1.

Menghargai proses pembelajaran juga berarti memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dengan cara yang sesuai dengan gaya belajar mereka. “Setiap siswa memiliki cara belajar yang berbeda. Dengan menghargai proses pembelajaran, kita bisa membantu setiap siswa mencapai potensi maksimal mereka,” tambah Riana1.

Pandangan Pakar Lain

Pandangan Riana ini juga didukung oleh pakar pendidikan lainnya. Dr. Arif Rohman, pakar kebijakan pendidikan dari UNY, menegaskan bahwa UN versi lama memiliki banyak kelemahan. “UN yang dulu sering kali membuat siswa stres dan menjadi alat intervensi politik. Kita perlu inovasi dalam format UN jika ingin menggunakannya kembali,” kata Arif2.

Arif juga menambahkan bahwa penghapusan UN selama pemberlakuan Kurikulum Merdeka Belajar telah menurunkan semangat belajar siswa. “Namun, kita perlu mencari format yang tepat agar UN bisa menjadi alat evaluasi yang efektif tanpa menimbulkan tekanan berlebihan,” jelasnya2.

Kesimpulan

Pernyataan dari pakar pendidikan UNY menunjukkan bahwa UN tidak bisa dijadikan tolok ukur kualitas pendidikan di Indonesia. UN hanya mampu mengukur kemampuan siswa dalam mengerjakan tes, bukan pemahaman mendalam terhadap materi pembelajaran. Selain itu, pelaksanaan UN sering kali menimbulkan stres dan tekanan bagi siswa serta menjadi alat intervensi politik.